Tidak jauh dari istana negara, berdiri sebuah masjid yang besar dan juga sangat megah. Dilengkapi dengan tanamnya yang seperti hutan kota juga terdapat sebuah kolam air mancur. Dari teras masjid, kalian akan bisa melihat sebuah bangunan utama dari masjid dengan kubahnya yang cukup besar serta menara yang menjulang dengan sangat tinggi. Ketika malam tiba, masjid ini akan bermandikan sebuah cahaya lampu yang mampu untuk memberikan suasana yang sangat damai.
Bukan hanya itu saja, tetapi di dalam masjid ini pun terhampar sebuah karpet berwarna merah marun yang bisa menutupi seluruh lantai masjid. Tiang-tiangnya yang sangat besar guna untuk menopang kubah di atas, dilengkapi dengan beragam hiasan dari ornamen masjid dan juga di tambah dengan jam digital masjid membuatnya semakin terlihat elegan. Sama halnya dengan sisi di bagian luar, pada bagian interiornya mempunyai sebuah tata pencahayaan yang sangat mempesona.
Itu merupakan deskripsi dari Masjid Istiqlal Jakarta, yang saat ini sudah menjadi masjid terbesar yang ada di Asia Tenggara yang setelah di renovasi terlihat semakin megah. Siapa sangka, jika umat Islam membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa memiliki Masjid Agung yang ada di Ibukota Jakarta. Keinginan yang seperti itu sebenarnya sudah muncul sejak masa kolonial Belanda.
Pada saat itu masjid hanya bisa ditemukan di kampung-kampung dengan ukurannya yang terbilang sangat kecil dan juga sederhana. tetapi, keinginan mereka itu jelas tidak akan mungkin bisa terwujud. Dalam sebuah momentum kemerdekaan di dalam Masjid Istiqlal Solichin Salam mengatakan bahwa “Sehingga semua cita-cita tersebut hanya tinggal angan-angan belaka saja.”
Begitu juga ketika keinginan tersebut muncul lagi pada sekitar tahun 1944. Ada beberapa ulama dan juga tokoh-tokoh Islam berkumpul di rumah Bung Karno yang berlokasi di Pegangsaan Timur No.56 yang sekarang menjadi Jl. Proklamasi Jakarta. Usulan tersebut di sabut dengan sangat baik oleh Bung Karno , tetap untuk melaksanakannya sangat sulit karena saat itu Jepang masih berkuasa di tanah air.
Barulah sekitar tahun 1950 ide tersebut kembali dibicarakan dengan sangat serius oleh para Menteri Agama yaitu Wahid Hasyim bersama dengan beberapa tokoh-tokoh Islam. Dengan dilaksanakannya pembangunan masjid agung ini bisa juga dianggap sebagai rasa syukur mereka atas kemerdekaan Indonesia, di mana para umat Islam ini juga ikut mengambil peranan. Mereka pun memberi nama masjid agung tersebut sebagai Istiqlal, yang diambil daro bahasa arab yang memiliki arti “Merdeka.”
Kemudian, pertemuan beberapa tokoh Islam yang diadakan di Jakarta pada sekitar tahun 1953 menghasilkan sebuah rekomendasi untuk pembentukan yayasan dari Masjid Istiqlal. Yayasan tersebut kemudian disahkan pada tanggal 7 Desember tahun 1954 tentunya setelah mendapatkan restu dari Presiden Soekarno.
Dalam pertemuannya dengan presiden, mereka juga sempat membicarakan tentang penentuan tempat. Mohammad Hatta sebagai Wakil presiden juga hadir, setiap orang pastinya mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang letak dari Masjid Istiqlal. Seorang ahli sejarawan Jakarta yaitu Alwi Shahab, mencatat Jika Hatta sempat mengusulkan istiqlal ini dibangun di jalan Thamrin.
“Karena lokasi ini sangat berdekatan sekali dengan kampung-kampung yang ada di belakangnya” tulis Alwi di dalam “Istiqlal” yang termuat di dalam Betawi Queen of The East. Sementara itu Soekarno memilih sebuah Tanam Wijaya Kusuma yang dulunya merupakan Wilhelmina Park, tidak jauh dari sebuah Lapangan Banteng.